Jumat, 22 Juli 2016

BANGKA BELITUNG: KESEGARAN MATA MEMANDANG

Siapa sangka akhirnya saya berkesempatan menginjakkan kaki di kepulauan Bangka Belitung. Bertolak dari Palembang setelah mudik dan mengikuti kegiatan tahunan Mafesipala, 30 Desember 2015 pagi saya berangkat sendirian ke Bangka menggunakan Kapal Sumber Bangka 6 dari Pelabuhan Boombaru Palembang. Perjalanan via laut dari Palembang ke Pelabuhan Muntok di Bangka memakan waktu sekitar empat jam. Tarifnya 345 ribu rupiah (termasuk tiket travel Pelabuhan Muntok ke Pangkal Pinang). Akibat dari update display picture bbm dengan foto kapal Sumber Bangka 6, beberapa teman saya chat menanyakan perihal "dimana, mau kemana, dan dengan siapa?". Saya pun sibuk membalas sekaligus menanyakan apa mereka punya kenalan/teman di Bangka. Saya sendiri awalnya belum tahu akan menginap dimana, sampai akhirnya Sabran (Nana) teman yang dulu saya kenal di Jogja ternyata sudah menetap di Bangka selama dua bulan. Kapal saya berangkat dari Palembang pukul tujuh pagi dan tiba di Pelabuhan Muntok tiga jam kemudian, kemudian saya melanjutkan perjalanan ke Pangkal Pinang dengan lama perjalanan hampir empat jam. Selama perjalanan saya yang bingung dengan lokasi sekitar akhirnya bertanya dengan sang supir, beruntung supirnya ramah dan meyakinkan saya bahwa saya pasti akan diantarkan ke tempat tujuan dengan baik. Supir travel yang saya tumpangi ternyata bukan penduduk asli Bangka, beliau berasal dari Karawaci Tangerang dan sudah merantau di Bangka selama tiga tahun. Setelah diantarkan ke loket express bahari Bangka, saya pun dijemput Nana untuk mencari penginapan karena tidak memungkinkan menginap di rumah pamannya. Hari pertama di Bangka, saya hanya mengunjungi Pantai Pasir Padi untuk sekedar minum kelapa muda. Esoknya Nana mengantarkan saya ke Pantai Tanjung Pesona dan Puri Tri Agung yang tak jauh dari sana. Bagi saya yang seorang pegawai, bermain air di pantai mungkin adalah kesenangan yang langka, jadi harap maklum jika terkesan norak karena melihat pasir dan pantai. Hehehe.

Kapal Sumber Bangka 6

Pelabuhan Muntok Bangka
Menikmati Kelapa Muda di Pantai Pasir Padi
Hal yang tidak saya pertimbangkan sebelumnya adalah sulitnya mencari penginapan dan harganya yang bisa naik 100% saat malam tahun baru, berakibat pada bocornya budget perjalanan saya karena tarif penginapan yang mahal. Ditambah lagi sepulang dari Tanjung Pesona, saya terserang demam dan flu tepat pada malam pergantian tahun baru. Untunglah tengah malam Nana masih menyempatkan untuk mengantar obat ke penginapan setelah acara keluarganya selesai. Hari ketiga di Bangka atau tepatnya 1 Januari 2016, saya bertemu seorang teman lama yang menemani saya cari oleh-oleh untuk Papa. Sebenarnya saya berniat untuk menyebrang ke Belitung tetapi tidak ada jadwal penyebrangan pada tanggal 1 Januari. Dana yang mulai menipis membuat saya menghubungi teman-teman Mapala saya di Palembang untuk mencari siapa tahu ada teman mereka yang bisa ditumpangi untuk menginap semalam lagi di Bangka. Seorang teman seperjuangan malah sedikit marah dan khawatir karena saya nekat tetap ngetrip ke Bangka meski sendirian. Untunglah dengan bantuan teman seperjuangan lainnya yang menghubungi anggota Walhi Babel, malamnya saya menginap di sekretariat Walhi Bangka Belitung.
Pemandangan Pantai dari Puri Tri Agung
Pantai Tanjung Pesona
Karena kondisi tubuh yang kurang fit, saya sempat berpikir untuk membatalkan perjalanan menuju Belitung dan kembali ke Jakarta saja. Bermodal sedikit nekat dan perjuangan mencari tiket promo, niat terbang kembali dari Bangka ke Jakarta saya urungkan Niat tersebut seketika batal karena memang keinginan saya untuk melanjutkan perjalanan ke Belitung tiba-tiba menemui pencerahan saat saya menemukan tiket pesawat Bangka-Belitung hanya berkisar 200 ribu rupiah saja. Normalnya harga tiket pesawat untuk rute tersebut sekitar 200-400 ribu rupiah, tapi karena sedang musim liburan tiket pesawat Bangka -Belitung bisa mencapai 500-700 ribu rupiah. Jika menggunakan kapal cepat harganya sekitar 170-220 ribu rupiah dengan lama perjalanan 4-5 jam.

Senja di Pantai Tanjung Pendam seusai Hujan Reda
Salah Satu Sisi Pantai Tanjung Pendam
2 Januari 2016, setelah terbang selama setengah jam saya mendarat di bandara H.AS Hanandjoeddin Tanjung Pandan. Tak ada teman, tak ada kenalan dan saya bingung harus kemana dulu. Saya sudah menghubungi salah seorang penyedia tour di Belitung via bbm namun baru sebatas tanya-tanya soal paket dan fasilitas, hanya saja saat tiba di bandara sinyal handphone saya tiba-tiba hanya bertuliskan sos, rupanya di Belitung belum ada sinyal provider tri, padahal handphone itu yang lebih sering saya gunakan. Untungnya sinyal indosat masih ada, hanya saat itu saya tidak paket internet di nomor tersebut, dengan sisa pulsa di bawah dua ribu saya menghubungi teman saya untuk isi pulsa dan mengaktifkan paket internet. Setengah jam lebih saya duduk di ruang tunggu bandara, mengobrol dengan bapak yang sibuk menunggu bagasinya. Bapak tersebut menawarkan untuk ikut dengannya naik travel menuju kota. Melihat saya sedikit ragu, bapak itu berkata "Tenang, saya rame-rame kok sama istri dan anak saya." ia terlihat cukup paham bahwa saya harus tetap waspada apalagi saya seorang perempuan dan sendirian. Permasalahannya lagi adalah saya belum tahu mau kemana. Dengan sopan saya menolak ajakan bapak tersebut dan mencari kontak penyedia tour di Belitung yang sebelumnya saya hubungi. Beliau sendiri kaget saya tiba-tiba sudah berada di bandara, karena memang saya belum menginfokan saya akan ke Belitung hari itu juga. Setelah bernegosiasi dan saya jelaskan bahwa saya sendirian dan tentunya saya tidak bisa membayar paket tour mereka yang memang didesain untuk trip minimal dua orang, beliau bersedia menemani saya dengan biaya ala kadarnya, sewa transportasi dan fee guide saja.

Hari pertama di Belitung saya menginap di hotel kelas melati dengan tarif di bawah 150 ribu rupiah. (Sebenarnya mungkin bisa lebih murah tapi sekali lagi, saya datang saat liburan tahun baru). Menikamti senja di pantai Tanjung Pendam sendirian kemudian malamnya saya dan teman baru saya (alias tour guide) berdiskusi soal jadwal dan biaya sambil menikmati secangkir kopi di Warung Kopi Kong Djie. Hari kedua meski hujan deras, saya dan teman baru saya tersebuit tetap melanjutkan rencana untuk ke Pulau Lengkuas. Jam delapan pagi, kami sudah berada di pantai Tanjung Kelayang untuk menumpang perahu menuju Pulau Lengkuas. Untuk menyebrang dari Tanjung Kelayang ke Pulau Lengkuas dan pulau-pulau sekitarnya, biayanya berkisar 450-600 ribu per perahu (bisa diisi sampai 6 orang). Meskipun habis hujan deras, tidak mengurangi keindahan warna laut pulau Belitung. Pulau Lengkuas adalah salah satu pulau yang jadi destinasi wisata di Belitung, di pulau tersebut terdapat mercusuar18 lantai dengan tinggi 65 meter. 

Informasi Mercusuar
Batu Garuda
Mercusuar Pulau Lengkuas
Pemandangan Pulau Lengkuas dari Atas Mercusuar
Pulau Kelayang
Pulau Gede Kepayang
Usai jelajah pulau, tujuan selanjutnya adalah pantai Tanjung Tinggi yang merupakan lokasi syuting film Laskar Pelangi. Kemudian teman saya mengantarkan saya ke rumah Desi untuk menginap. Rumah Desi berada di daerah Kelapa Kampit, Kab.Belitung Timur kurang lebih sekitar satu setengah jam dengan menggunakan motor. Fyi, Desi adalah seorang teman yang saya belum pernah bertemu sebelumnya. Saya bisa sampai menumpang di rumah Desi berkat bantuan Nana yang mengenalnya saat di Bangka. Keluarga Desi sangat baik dan ramah pada saya, malam pertama saya menginap ibunya memasak Gangan yang merupakan sup ikan dengan kuah kuning. Keluarga Desi memiliki peternakan ayam, sebelumnya mereka sempat berkebun juga menanam sayur-sayuran namun karena tidak ada yang mengurus akhirnya berhenti. Permasalahannya hanya satu saat menginap disana, sinyal handphone saya benar-benar hilang. Saya bahkan harus ke jalan besar untuk mendapatkan sedikit sinyal.
Pantai Tanjung Tinggi
Hari ketiga di Belitung (4 Januari 2016), Desi dan Bapaknya mengajak saya berjalan-jalan ke beberapa pantai di dekat Manggar serta ngopi karena Manggar terkenal dengan julukan Kota Seribu Satu Warung Kopi. Baru di Manggar lah sinyal handphone saya kembali normal, rupanya teman kantor saya yang khawatir karena saya tiba-tiba hilang kontak menghubungi saya hingga ke tour guide saya. Sayangnya saya tidak sempat mengunjungi Museum Kata Andrea Hirata dan Sekolah Laskar Pelangi di Gantung. Bapak Desi mengajak kami mampir ke rumah langganan ayamnya. Kami mengobrol di pekarangan rumah, saya mengamati lingkungan dan masyarakat sekitar. Memang tidak terlalu jelas, tapi yang saya dengar bahasa mereka mendekati seperti bahasa Madura, "mungkin mereka perantau" pikir saya. Sepanjang perjalanan kembali menuju rumah Desi, dari dalam mobil saya melihat lahan-lahan yang rusak dan beberapa "danau-danau" yang menurut informasi dari Bapak Desi adalah bekas tambang. Sayangnya saya tidak sempat memotret karena mobil tidak berhenti.
Secluded Beach di Daerah Manggar
Pemandangan Sepanjang Jalan Manggar-Kelapa Kampit
5 Januari 2016, hari keempat di Belitung. Sesuai perjanjian teman saya menjemput saya ke rumah Desi. Rencananya hari itu kami akan mengunjungi danau kaolin tetapi gagal karena hujan deras sehingga saya hanya berkunjung ke museum dan mengobrol dengan pemilik angkringan yang rupanya berasal dari Malang. Pukul dua siang, teman saya mengantarkan ke bandara karena saya harus kembali ke Jakarta dengan penerbangan terakhir pada pukul 04.15 sore.

Ini adalah perjalanan yang spontanitas, tanpa itinerary atau rincian destinasi wisata, tapi saya menikmati perjalanan ini. Selalu ada banyak pembelajaran dari setiap perjalanan. Ayah saya sendiri pun baru mengetahui saya pergi sendirian ke Bangka dan Belitung saat saya mendarat di Belitung. Beliau sedikit marah dan sepertinya banyak khawatir, hehehe. Selama perjalanan saya bertemu banyak orang, melihat dan mengenal hal baru. Traveling sendirian mungkin menghadirkan rasa takut, tapi saya belajar untuk mengatasinya. Traveling sendirian mengajarkan saya kerinduan pada orang-orang terdekat, menjadikan "pulang" lebih berarti.

Kadang kita perlu traveling sendirian.Menjadikan kesepian adalah kenikmatan, menjadi asing adalah menyenangkan, menjadikan hati kuat tapi melembut. Mungkin ada perasaan kehilangan suasana dengan orang-orang yg biasanya disekeliling kita, tapi traveling sendirian tidak membuat kita kehilangan diri sendiri.

(Belitung, Januari 2016) 

Rincian Perjalanan
Jika teman-teman berasal dari Jakarta sebenarnya akan lebih efisien dalam waktu dan juga biaya, tetapi kemarin saya berangkat dari Palembang karena sekalian mudik. Berikut rincian dari perjalanan saya kemarin.

- Palembang-Pelabuhan Muntok (3-4 jam) tarif kapal Desember 2015 Rp 265.000
- Alternatif lain Palembang-Pangkal Pinang (30 menit) tarif pesawat berkisar Rp 200.000-700.000
- Pelabuhan Muntok-Pangkal Pinang (3-4 jam) tarif travel Desember 2015 Rp 80.000
- Pangkal Pinang-Tanjung Pandan (30 menit) tarif pesawat berkisar Rp 200.000-700.000
- Alternatif lain Pelabuhan Pangkal Balam (Bangka)-Pelabuhan Pangkal Pinang (Belitung) (4-5 jam) tarif kapal Desember 2015 Rp 170.000-220.000
note: tarif per Desember 2015/Januari 2016

Tips:
- Jika traveling ke Bangka/Belitung beramai-ramai akan lebih mudah dan menghemat biaya transport dan penginapan, bisa share room dan sewa mobil/motor untuk menjelajahi Bangka/Belitung. Karena disana tidak ada angkutan umum sehingga harus naik travel.
- Pastikan sudah punya tujuan akan kemana saja, kecuali pengen seru-seruan dadakan seperti saya yang tidak punya target harus kesana atau harus kesini.
- Harga tiket pesawat saat weak/normal season biasanya tidak terlalu berbeda dengan kapal laut, jika ingin menghemat waktu naiklah pesawat tapi jika ingin menikmati perjalanan dan sensasi yang lebih seru naiklah kapal laut, hehehe.
- Secara keseluruhan Bangka/Belitung cukup aman, tetapi tidak ada salahnya untuk tetap waspada terutama jika kalian traveling sendirian.

 

1 komentar:

  1. Yuk liburan ke belitung bersama kami.. Cek website resmi kami
    Http://belitungorangesky.com
    Whatsapp : 081995555653

    BalasHapus