Jumat, 27 Desember 2013

PEREMPUAN SENJA

Langit memerah seiring matahari mulai menggelincirkan dirinya ke barat. Perempuan itu masih diam di tempatnya. Sembari menatap langit, dihirupnya angin senja. Senja selalu punya ruang dalam dirinya, untuk dinikmati, dikagumi, sekaligus ditangisi. Ia menghela, letih.

Ingin ia berharap senja lebih lama , namun nyatanya senja adalah perbatasan yang sangat sempit. Pertemuan antara senyum dan tangisnya. Matanya masih terpaku menatap langit, memandang senja. Matanya turut pula memerah, menahan hujan yang siap turun kapan saja.

Baginya, senja adalah dua sisi. Ia mampu tersenyum tapi sekaligus menangis karenanya. Sekali lagi ia menghela, pandangannya menurun, dagunya berpangku pada lutut. Ia tak sanggup melihat langit, ketika senja mulai menjadi muram, menjadi gelap.

Ia masih diam, menghirup angin senja yang menjadi dingin. Tubuhnya mulai meringkuk, memeluk erat malam. Ia telah menciptakan hujan. Saat itu pula ia menjelma, perempuan senja pada sisi malam.

Yogyakarta, 27 Desember 2013

PEREMPUAN HUJAN

Ia masih disana, tangan kanannya sibuk menekan tombol mouse, pandangannya lurus mengeja huruf dan angka yang berderet. Ia disana tapi tak disana. Ia memandang, kosong. Seolah jari-jari tangannya bergerak tanpa komando.

Sesekali ia terhenti, diam, gamang. Ia lelah, sungguh, dari dalam dirinya seakan ingin melawan tapi ia jatuh. Ia ingin percaya bahwa ia mampu meski tertatih. Hey, ia bukan seperti yang lainnya bukan? Ia hanya ingin tak dilewatkan.

Ia kembali menyibukkan diri, bahunya mulai menurun, memaksa bersandar. Matanya sayu, semakin kosong. Ia tahu persis apa yang diinginkannya, tak ada yang lain. Ia tahu persis pundak mana yang diharapkannya mampu menopang beratnya, sebentar saja.

Ia pun hanya perempuan biasa. Bisa jatuh meski sanggup berlari, bisa hujan meski kemarau panjang. Ia tak bisa menolak, tak kuasa berontak. Seketika ia menjelma. Sudah terlalu letih, sudah merapuh, pertahanan terakhirnya mulai longsor. Ia menjelma, perempuan hujan siang itu.

Yogyakarta, 26 Desember 2013.

Kamis, 12 Desember 2013

A M N E S I A



Aku mengingat, lebih tepatnya berusaha mengingat, nama belakangmu.
Aku lupa, lebih tepatnya mungkin aku tak tahu, tanggal lahirmu.
Otakku masih kupaksa bekerja lebih keras, aku mulai tertekan.
Ingatanku terus kupaksa mengulang, apa aku amnesia?
Tak ku temukan selembar dokumen pun yang merujuk padamu.
Kemana mereka? Foto-foto itu, ingatan-ingatan itu.
Tak kutemukan!
Benarkah amnesia?
Atau memang semua terjadi terlalu singkat?
Dalam waktu yang tak lama.
Ingatanku sudah hampir pada titiknya.
Aku tak mampu mengingat banyak.
Tragis, berdosakah aku?
Sungguh, ingin sekali aku mengingat.
Bahwa tanganku pernah kau tuntun.
Bahwa aku pernah memanggil namamu.
Saat mereka sibuk bercerita, maka aku diam.
Namun aku percaya,
Dua puluh tahun lalu,
Aku pernah ada dalam dekapanmu.
Tertidur pulas dalam tangan-tanganmu yang kokoh.
Yogyakarta, 12 Desember 2013.
Untuk yang Tercinta dalam Peristirahatannya