Kamis, 13 Juni 2013

KOPI (BUKAN) MASOCHIST


KOPI (BUKAN) MASOCHIST

Masochist seperti yang dikatakan banyak orang, memiliki pengertian bahwa intinya adalah perilaku yang senang menikati kesedihan atau menyiksa diri sendiri. Beberapa artikel menyebutkan perilaku semacam itu sangat luas pengertiannya, bisa dalam bentuk penyiksaan fisik diri sendiri seperti memukulkan kepala ke tembok,  tetapi ada beberapa artikel yang mengatakan bahwa kopi dan rokok juga termasuk dalam kriteria masochist dalam kehidupan sehari-hari.

Kopi sangat dekat dengan keseharian saya, ya saya adalah wanita malam peminum kopi, pengkonsumsi kafein. Kopi merupakan pilihan saat bekerja, belajar, membacabuku, dan saat menikmati waktu bersama teman ataupun orang terdekat. Kopi, malam, dan obrolan, sisi lain dari kehidupan yang sudah cukup ruwet.
Beberapa orang dalam hidup saya kerap memprotes kebiasaan saya ini, mengkonsumsi kopi dalam jumlah beberapa gelas sehari. Beberapa artikel menyebutkan bahwa kopi memiliki kandungan kafein sebanyak 1 % hingga 1,5% akan tetapi dalam kopi instan, kandungan kafein mencapai 2-5% (dalam wikipedia). Kafein ialah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafein adalah zat yang legal, akan tetapi menurut banyak artikel pula bahwa kafein berlebihan menyebabkan mabuk kafein yang dicirikan dengan insomnia, kerisauan, dan sebagainya. Batas normal mengkonsumsi kafein adalah tidak lebih dari 1 gram per hari (menurut artikel pula).

Tulisan saya sebenarnya tidak ingin membahas mengenai pengertian masochist, kafein, atau data-data ilmiah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan itu. Saya hanya bertanya-tanya mengenai hubungan masochist dan kopi secara sederhana. Apakah kopi (bukan) masochist?

Banyak orang bilang, kopi menyebabkan rasa kantuk hilang, tapi beberapa orang termasuk saya dan sebagian teman saya mengatakan tidak ada pengaruh antara kopi dan mengantuk. Entah ini karena sugesti atau tubuh yang sudah semakin kebal terhadap kadar kafein dalam kopi yang biasa kami minum. Saya mengakui bahwa kopi terkadang menyebabkan mual atau asam lambung meningkat, juga terkadang membuat kepala sedikit pusing. Tapi apa yang terjadi saat saya tidak mengkonsumsi kopi dalam sehari? Rasa pusing terkadang tetap saya rasakan.

Pernah saya membaca buku Cinta dalam Gelas karya Andrea Hirata, dalam buku itu ditulis bahwa kopi yang diminum menggambarkan kehidupan seseorang, semakin pahit kopinya, semakin berlika-liku pula kehidupannya. Saya penggemar kopi pahit, kopi dengan sedikit gula, atau bahkan teman-teman saya bilang “sangat” sedikit gula, kental, ampasnya hampir setengah gelas. Tulisan saya pun sering sekali menyebut kata kopi , kopi hita, atau kopi pahit. Dulu di sebuah website yang saya postingkan tulisan saya, ada seorang yang bilang “kopi pahit, apakah kita memang menyukai masochist ya?”. Komentar tersebut membuat rasa ingin tahu saya tentang masochist tergelitik. Benarkah kopi dan pahit itu identik dengan masochist? Benarkah kehidupan saya tercermin dari kopi yang diminum?



Suatu pagi, saya meracik kopi seperti biasanya, tiba-tiba muncul ide untuk menambahkan sejumlah gula ke dalam kopi saya. Alhasil pagi itu, kopi saya kemanisan (menurut saya), lalu apakah itu artinya masochist pelan-pelan menjauhi saya? Sejujurnya, saya lebih suka kopi yang pahit.

Mengkonsumsi kopi dalam jumlah yang tidak wajar mungkin menyebabkan masochist. Tapi saya benar-benar menikmati kopi, lebih dari sekedar kopi, kopi menghadirkan obrolan tentang kehidupan, santai dan pembicaraan terasa lebih ringan. Lalu, apakah benar kopi itu (bukan) masochist?