Selasa, 13 Agustus 2013

Senja Dari Jendela Pesawat


Senja menyelimuti keremangan ibu kota yang terlihat makin mengecil. Kota kelahiran yang menjadi kota asing bagiku, setidaknya untuk saat ini.

Beberapa menit lalu, baru saja pesawat yang ku tumpangi lepas landas dari Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Penerbangan Jakarta menuju Jogja sore itu sangat sepi, saat lampu sabuk pengaman padam beberapa anak kecil yang duduk di sebelahku mulai berpindah mencari posisi pada tepi jendela pesawat. Para pramugari mulai mendorong kereta makanan dan menjajakan menu-menu mereka.

Awan-awan senja menjadi jingga terlihat dari udara, keremangan semakin menggelap dan siap menelan jingga. Jakarta terlihat semakin mengecil, aku menjauh menuju timur.

Hingga pesawat telah terbang di atas permukaan laut beribu-ribu kaki tingginya. Suasana kabin yang sepi menjadi ramai oleh anak-anak yang mulai berceloteh mengenai sungai, awan dan apapun yang mereka lihat hingga jendela pesawat hanya menampakkan awan yang bergumpal. Keceriaan keluarga yang menikmati perjalanan mereka. Sementara itu, di belakangku seorang anak berusia sekitar delapan tahun sudah tertidur pulas sambil mendekap lengan ibunya.

Sayup-sayup mataku mulai memberat, tidur selama tiga jam belum cukup rasanya apalagi baru satu cangkir kopi yang ku hirup. Tidak sampai sepuluh menit aku tertidur di dalam kabin tak terasa pesawat akan segera mendarat di kota tujuan, Jogjakarta. Cahaya lampu-lampu kota Jogja dan sekitarnya mulai nampak, sebentar lagi pesawat siap mendarat di Bandara Adisutjipto.

Jogjakarta, kota sejuta kenangan pada tiap sudutnya, kisah tentang kehidupan, petualangan, dan secangkir kopi tentunya! Kota Jogja semakin jelas terlihat saat pesawat mulai menukik turun, ya aku rindu kota itu tapi saat ini rinduku tidak sebesar sebelumnya, baru kali ini aku merasakan merindukan Jakarta seperti ini, perasaan berat meninggalkan sesuatu yang masih asing bagiku bahkan sampai saat ini. Tidak ada antusias yang menggebu-gebu saat pesawat bahkan telah mendarat dengan sempurna. Entah karena esok aku harus menghadapi kembali rutinitasku di Jogja atau karena waktu yang terlalu singkat untuk menikmati sebentar saja kenyamanan dalam rumah di Jakarta.

Keluar dari kabin, aku menuruni tangga pesawat dan berjalan ke gedung terminal menuju pintu keluar bandara. Jogjakarta, aku kembali setelah satu minggu menjenguk kota kelahiranku. Malam hari di Jogja tak jauh berbeda seperti sebelum-sebelumnya, tapi inilah kehidupanku.

Aku sudah terpaku dalam petualanganku di Jogja yang mengalahkan Jakarta meski senja dari jendela pesawat meninggalkan setitik rindu pada kota kelahiran.

-12 Agustus 2013-
Dalam penerbangan Jakarta menuju Jogjakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar