"....tentang kau dan hujan, tentang cinta kita, yang mengalir seperti air....." (Hujan-Utopia)
Bibir Senja bergerak mengikuti ejaan lagu yang ia dengarkan di dalam bus yang cukup penuh dengan penumpang. Di luar sana hujan sedang turun, menyampaikan rindu langit pada tanah. Perjalanan yang tak biasa ia lakukan, tapi Senja sudah terlalu lelah hingga ia memutuskan melakukannya.
Beberapa jam kemudian, hampir petang saat kakinya menapak pada tanah basah beraroma asam. Senja menyusuri jalan setapak, menuju lembah yang pernah ia kenal. Tanah merah yang basah dan licin, namun sepatu Senja cukup kokoh mencengkeram agar ia tak jatuh.
Sampailah Senja pada lembah yang sunyi, yang gelap ketika malam mulai tiba. Lembah yang pernah sangat ia kenal, lembah yang pernah berkali-kali jadi pengaduannya. Senja meletakkan ranselnya di atas sebuah batu besar, kemudian berbaring di atasnya menatap langit yang rupanya telah menggelap. Nyanyian air sayup-sayup terdengar bersahutan dengan suara jangkrik. Senja masih menatap kosong sampai akhirnya dia tiba, Kunang-kunang.
Senja serta merta terduduk, menatap terpesona pada Kunang-kunang yang lama tak ditemuinya, yang telah lama pula tak ditumpahi oleh keluh kesahnya. Senja terdiam pun Kunang-kunang, mereka terlalu lama tak berjumpa hingga menghadirkan jarak, jarak yang menciptakan rindu membeku jadi bisu. Senja segan untuk segera berkeluh seperti dulu, ia ragu apa Kunang-kunang masih setia mendengarkannya? Sementara Kunang-kunang terlalu takut untuk melihat wajah Senja menjadi muram meski ia selalu bersedia meminjamkan cahaya saat Senja mulai linglung.
Malam sudah semakin meninggi, Senja dan Kunang-kunang terbuai dalam diam sementara bintang beramai-ramai memperhatikan mereka. Senja masih terpesona pada Kunang-kunang yang mengitarinya, membisu tanpa tahu harus merangkai kata apa untuknya. Kunang-kunang masih terus mengelilingi Senja padahal sebenarnya ingin mendekat pada wajah Senja untuk memastikan ia tak menangis.
Fajar sudah hampir tiba, Senja dan Kunang-kunang mulai gelisah tersadar mereka terlalu banyak saling mendiamkan. "Katakanlah sesuatu Kunang-kunang, apa kau masih akan setia mendengarkanku?" Senja hampir terisak saat membisikkannya, ia berlomba dengan waktu yang sebentar lagi menyembunyikan Kunang-kunang. Benar saja, fajar perlahan tampak. Senja hampir saja menangis sejadi-jadinya saat Kunang-kunang berkata mesra "Jangan menangis Senja, aku tak akan kemana-mana aku akan selalu setia disini untukmu."
Beberapa menit kemudian Senja terbangun dan mendengarkan alunan lagu, masih lagu yang sama.
"....tentang kau dan hujan, tentang cinta kita, yang mengalir seperti air....." (Hujan-Utopia)
21 Januari 2015
Cerita tentang Senja dan Kunang-kunang.
SN
foto: google