Ketika Kartini Tidak Lagi Berkebaya
Hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April, cenderung
diidentikan dengan kebaya dan sanggul. Tapi apa hal tersebut masih relevan
dengan zaman yang kian berkembang? Di saat para wanita lebih nyaman mengenakan
kaos dipadukan celana jeans.
Hari kartini diperingati untuk mengenang jasa RA Kartini yang pada masanya
telah memperjuangkan hak-hak perempuan terutama dalam bidang pendidikan, dimana
pada saat itu paradigm masyarakat adalah bahwa perempuan hanya diperbolehkan
memiliki pendidikan hingga Sekolah Dasar saja, saat itu Kartini dengan
perjuangannya berusaha mengubah paradigma sosial itu.
Hari ini, tepat 21 April dimana masyarakat banyak menyerukan peringatan
Hari Kartini, tentunya Kartini-Kartini zaman sekarang berbeda dengan Kartini
sang pelopor. Di saat dulu seorang Kartini mendirikan sekolah menjahit dan
memasak untuk para perempuan, sebagian Kartini masa kini mulai memperluas
pandangan mereka dalam berbagai hal seperti misalnya menjadi wanita karir,
menjadi pemimpin dalam suatu organisasi, dan menggantikan sebagian peran
laki-laki.
Ketika sebagian perempuan menyerukan EMANSIPASI sebagai keidentikan Hari
Kartini, apakah kita sebagai perempuan sudah sadar betul arti dari kata
tersebut? Emansipasi ialah
istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah usaha untuk mendapatkan hak politik
maupun persamaan
derajat. Kesalahpahaman dalam mengartikan emansipasi ialah bahwa
emansipasi berarti perempuan sama kuatnya dengan laki-laki sehingga tidak ingin
dibedakan dalam hal apapun. Tapi pernahkah kita sebagai perempuan berpikir,
apakah kita mau jika disuruh menggantikan pekerjaan sebagai tukan tambal ban,
tukan cuci motor, atau pengeruk pasir?
Terlepas dari keidentikan Hari Kartini dan Emansipasi, pada dasarnya
perempuan dan laki-laki berbeda dalam kodrat. Emansipasi mungkin lebih tepat
jika kita artikan sebagai usaha memperoleh hak-hak perempuan sesuai dengan
kodratnya. Saat perempuan masa kini lebih banyak mengejar karirnya, tidak
seharusnya mereka melupakan bahwa seorang perempuan juga harus terampil dalam
urusan “kewanitaan”.
Ketika Kartini tidak lagi berkebaya, dalam bentuk fisik apapun seorang
Kartini sejati mampu melakoni perannya sekaligus, seorang perempuan pribadi,
seorang istri, dan seorang ibu.
Sartika Noriza,
Yogyakarta, 21 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar