Akhir
Mei 2016 kemarin dengan tekad yang mengandung nekat, saya berangkat
sendiri ke Surabaya dengan kereta api kelas ekonomi Gaya Baru Malam.
Niat awal adalah mendaki gunung Argopuro, tetapi mendekati hari
keberangkatan saya dari Jakarta, teman saya di Surabaya mengabari
sepertinya tidak ada tim yang bisa berbarengan dengan saya untuk
mendaki. Karena kebutuhan nge-trip yang mendesak, didukung sisa
cuti tahun lalu sebanyak lima hari yang akan hangus jika tidak digunakan
per 30 Juni, saya tetap berangkat ke Surabaya dengan sederet plan cadangan jika batal mendaki Argopuro.
Sabtu 28 Mei 2016, dengan ngos-ngosan
saya menghampiri antrian paling depan di mesin cetak tiket Stasiun
Senen lalu minta tolong pada antrian membiarkan saya untuk lebih dulu ngeprint tiket, waktu itu pukul 10.20 dan jadwal kereta saya berangkat pukul 10.30. Beruntung saya tidak ketinggalan kereta, kan nggak
lucu sudah sendirian ketinggalan kereta pula. Hehehe. Ini pertama
kalinya saya naik kereta ke Surabaya langsung, sebelumnya saya biasanya
singgah di Jogja dulu baru melanjutkan ke Surabaya dengan bus. Lima
belas jam di kereta ternyata sangat pegal, sudah berkali-kali ubah
posisi dan mondar mandir ke sambungan kereta, ngobrol sama ibu-ibu
sebelah, makan cemilan, intinya hampir "mati kutu" bingung mau
ngapain. Akhirnya Minggu dini hari pukul 01.30 saya sampai juga di stasiun
Gubeng, disana saya dijemput teman saya Haqim (Blank) dan diajak ke basecamp Mapalsa untuk istirahat.
Tak
kan lari gunung dikejar tak kan lari jika berjodoh, begitulah
kira-kira. Akhirnya setelah Blank mengajak Pumeto adiknya di Mapalsa,
dan saya mengajak Cicik yang dulu pernah magang di kantor saya, hari
Senin 30 Mei 2016, kami berempat berangkat ke Probolinggo dan singgah di
Mapala Fatarpa dengan maksud menculik penghuninya untuk ikut serta ke
Argopuro.
Gunung
Argopuro terletak di kawasan Jawa Timur dengan puncak tertinggi (puncak
Argopuro) berada di ketinggian 3.088 meter diatas permukaan laut,
selain itu terdapat dua puncak lainnya yaitu puncak Rengganis dan puncak
Arca. Ada dua jalur pendakian gunung Argopuro yaitu via Bremi dan
Baderan. Gunung yang terkenal dengan legenda Dewi Rengganis ini katanya
merupakan gunung dengan jalur pendakian terpanjang di Jawa.
31 Mei 2016
Selasa
siang kami ditambah dua orang anggota Fatarpa, kami berangkat ke
basecamp Bremi. Anggota tim berjumlah enam orang yaitu Blank (Haqim),
Pumeto (Riza), Bencrot (Bayun), Keppak (Ali), Cicik, dan saya sendiri. Rencana awal sebenarnya
kami akan naik dari Baderan tetapi akhirnya berubah, dari basecamp
Fatarpa ke Bremi, kami diantar oleh anggota Fatarpa lainnya sekalian
mereka akan menjemput anak-anak dari Bandung yang sedang mendaki
Argopuro sejak Sabtu kemarin. Kami agak lama berada di basecamp
Bremi karena lupa membawa materai sehingga Blank dan salah satu anggota
Mapala Fatarpa terpaksa harus mencari materai dulu. Untuk mengejar
waktu, kami start pendakian pukul setengah lima sore dengan target
sampai ke Taman Hidup. Seluruh anggota tim mengenakan jas hujan karena
saat itu hujan deras. Hari semakin malam dan dingin, jalur yang sempit
dan licin, ditambah sulitnya berjalan malam dengan mengandalkan cahaya
senter serta melihat kondisi salah satu anggota tim akhirnya kami
memutuskan untuk camp darurat sebelum berhasil sampai ke Taman Hidup. Waktu itu sudah pukul sembilan malam.
|
Sesi foto-foto pertama sejak mulai pendakian (Pumeto, Saya, Blank) |
|
Masak dan makan siang di Danau Taman Hidup |
|
Pumeto, Bencrot, Blank, Saya (Tika/Buncit), Cicik |
1 Juni 2016
Rabu pukul enam pagi , saya menyusul Pumeto yang sudah lebih dulu bangun dan
masak di depan tenda. Setelah masak dan makan, kami bersiap untuk
melanjutkan perjalanan menuju Taman Hidup. Perjalanan hari ini targetnya
adalah Cemoro Limo. Pendakian kembali dimulai pada pukul delapan pagi, kurang
lebih satu setengah jam kami sampai di Taman Hidup. Taman Hidup adalah
sebuah danau dengan tepiannya yang berupa rawa, disana kami memasak,
makan, dan bersitirahat. Sekitar pukul dua belas siang kami melanjutkan
perjalanan kembali dan bertemu dengan tim dari Bandung dan Malang yang
sedang berjalan turun menuju Bremi. Pukul lima sore kabut mulai turun dan
angin dingin sekali, Blank menyarankan tim untuk memakai jaket/raincoat.
Saat saya mengenakan raincoat, seorang anggota tim duduk di atas kayu
pohon dan diam saja ketika saya panggil. Karena saya merasa heran dan
khawatir, saya hampiri dan guncangkan pundaknya, bukannya bereaksi dia
malah terjatuh, saya akhirnya menampar-nampar wajahnya, setelah
berkali-kali tamparan keras dari saya, akhirnya dia baru terbangun.
Melihat kondisinya, saya dan yang lainnya merasa khawatir, tetapi kami
harus tetap melanjutkan perjalanan ke Cemoro Limo karena itu lokasi yang
paling memungkinkan untuk camping. Syukurlah tepat pukul enam sore kami tiba di Cemoro Limo, kami berbagi tugas untuk memasak dan mendirikan tenda.
|
Di Perjalanan menuju Cemoro Limo |
2 Juni 2016
Pukul sembilan pagi kami melanjutkan pejalanan menuju puncak. Di tengah
perjalanan, seorang teman kembali drop. Saya yang belum pernah mendaki
Argopuro sebelumnya bertanya dengan anggota tim lainnya apakah
memungkinkan tetap melanjutkan perjalanan dengan kondisi seperti ini.
Setelah berdiskusi akhirnya kami memutuskan untuk menanyakan langsung
kepadanya apakah mau lanjut atau tidak. Karena semangatnya yang tak
surut dan tetap bertekad untuk lanjut akhirnya kami melanjutkan
perjalanan. Pada pukul dua siang kami tiba di Sabana Lonceng yang merupakan
persimpangan antara Puncak Argopuro dan Puncak Rengganis. Keppak
menawarkan diri untuk tidak ikut ke Puncak Argopuro dan menjaga
barang-barang, sementara lima orang lainnya mendaki Puncak Argopuro.
Turun dari Puncak Argopuro, Cicik, Pumeto dan Bencrot memutuskan untuk
tidak ikut ke Puncak Rengganis. Akhirnya hanya Blank, Keppak dan saya
yang menuju Puncak Rengganis. Sehabis turun dari Puncak Rengganis, kami
bertemu dengan dua pendaki dari Bandung yang akan turun via Bremi. Kami
sempat mengobrol sebentar kemudian pukul lima sore kami melanjutkan
perjalanan dan tiba di Rawa Embik satu jam kemudian, kami bertemu dengan
tim dari Sidoarjo berjumlah empat orang yang naik dari Baderan,
akhirnya di malam ketiga tenda kami ada tetangganya.
|
Para lelaki tangguh yang menemani pendakian, thanks guys :) |
|
|
|
|
|
|
Puncak Argopuro |
|
|
|
|
|
|
|
|
Puncak Rengganis |
|
Cicik
Andriani (jilbab pink). Satu-satunya temen cewek dalam tim, awalnya ini
anak nggak pake jilbab. karena kita mampir ponpes Nurul Jadid dan wajib
pake jilbab akhirnya dia dipinjemin jilbab dari sekret Fatarpa dan
dipake terus sampai selesai pendakian. |
|
Pemandangan Sekitar Puncak Rengganis |
3 Juni 2016
Jumat pagi sekitar pukul sebelas, kami melanjutkan perjalanan menuju camp
selanjutnya, sejenak mampir di Cisentor untuk masak dan makan serta
menikmati segarnya air di Cisentor. Lewat sedikit dari pukul lima sore kami tiba di Cikasur,
disana terdapat sebuah bangunan yang bisa digunakan untuk mendirikan
tenda di dalamnya. Malamnya tim dari Sidoarjo pun tiba di Cikasur,
mereka yang sebelumnya berniat turun via Bremi akhirnya memutuskan turun
via Baderan. Setelah masak dan makan, kami bercengkrama dan main kartu.
|
Masak dan Makan Siang di Cisentor |
|
4 Juni 2016
Usai
mencari selada air dan menikmati segarnya mata air Cikasur, Sabtu pukul
setengah sebelas pagi kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp Baderan,
menurut peta yang diberikan saat di basecamp Bremi, waktu tempuh
Cikasur-Baderan sekitar 8-12 jam. Baru membacanya saja saya sudah
membayangkan betapa panjang jalur yang akan ditempuh. Benar saja
jalurnya panjang sekali, padang rumput luas, masuk ke hutan dengan jalur
yang rimbun, keluar ke padang lagi, masuk hutan lagi, begitu terus
jalurnya hingga bertemu Makadam, jalur berbatu yang panjangnya minta
sabar hingga ke basecamp. Satu jam berjalan dari Cikasur, saya
dan Blank bertemu dengan pendaki asal Australia yang mendaki sendirian.
Setelah menempuh hampir sebelas jam perjalanan, kami tiba di basecamp
Baderan. Sebenarnya lama perjalanan bisa dipersingkat menjadi kurang
lebih sembilan jam, karena kami sempat berhenti selama masing-masing
satu jam di mata air satu dan dua, untuk memasak dan makan serta
mengobrol dengan pendaki dari Jogja yang baru naik dari Baderan.
|
Full Team di Cikasur. Ki-ka: Keppak, Cicik, Blank, Bencrot, Pumeto, Saya |
Ringkasan Perjalanan Pendakian Gunung Argopuro via Bremi
(31 Mei-4 Juni 2016)
31 Mei 2016
16.30-21.00 Basecamp Bremi-sebelum Taman Hidup
(biasanya pendaki akan bermalam di Taman Hidup)
1 Juni 2016
08.00- 09.30 menuju Taman Hidup
12.00-18.00 Taman Hidup-Cemoro Limo
2 Juni 2016
09.00-14.00 Cemoro Limo-Sabana Lonceng
14.00-14.30 Sabana Lonceng-Puncak Argopuro
15.30-15.50 Sabana Lonceng-Puncak Rengganis
17.00-18.00 Sabana Lonceng-Rawa Embik
3 Juni 2016
11.00-12.00 Rawa Embik-Cisentor
13.30-17.00 Cisentor-Cikasur
4 Juni 2016
10.30-21.00 Cikasur-Basecamp Baderan
|
Gambaran Jalur yang Diberikan di Pos Bremi |
Pendakian kali ini memberikan pengalaman dan juga
pembelajaran yang berharga bagi kami, bagi saya khususnya. Saya semakin
belajar bahwa pendakian adalah tentang keseluruhan tim, belajar
bagaimana mendiskusikan dan mengambil keputusan dari situasi dan kondisi
yang ada. Jalur pendakian yang panjang dan lama, membuat saya berusaha
lebih keras untuk berkali-kali menyemangati diri saya sendiri. Pendakian
Argopuro merupakan surga tersendiri menurut saya, dengan suasananya
yang sepi dan tenang. Oh ya, katanya banyak yang mengalami kejadian
mistis saat pendakian Argopuro, kami sendiri mengalami saat bermain
kartu pertama kalinya dimana kartu tiga wajik hilang sehingga kami ganti
dengan joker merah. Tetapi dua hari kemudian saat kami bermain kartu di
Cikasur, kartu tiga wajik tersebut kembali muncul dan joker merah
bertambah satu. Saya sendiri di Cemoro Limo dan Cikasur mengalami mimpi
yang membuat saya sampai mengigau, saat teman saya menanyakan saya
kenapa saya hanya menjawab
"nggak papa" lalu kemudian saya melanjutkan tidur.
"Motivator terbaik adalah dirimu sendiri, baru orang-orang disekelilingmu."