"Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada saatnya
kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya.
Kemudian, satu orang tersebut akan menjadi bagian terbesar dalam
agendamu. Dan hatimu takkan memberikan pilihan apapun kecuali jatuh
cinta, biarpun logika terus berkata bahwa resiko dari jatuh cinta adalah
terjerembab di dasar nestapa." (Fiersa Besari, Garis Waktu)
Garis Waktu, sebuah karya dari Fiersa Besari, menceritakan sebuah perjalanan menghapus luka. Karya-karya Bung (Fiersa Besari) pertama kali saya kenal dari tulisan-tulisan dalam blognya tentang perjalanannya keliling Indonesia. Seharian saya membaca blog Bung dan berpikir betapa patah hati mampu membuat seseorang melakukan hal luar biasa seperti yang ia lakukan.
Secara keseluruhan, Bung menceritakan kisah dengan bahasa yang ringan,
meski di akhir Garis Waktu terasa seperti dipaksakan selesai. Namun terlepas
dari itu, Garis Waktu sukses mempermainkan perasaan saya. Saya dibuat berbunga-bunga pada awal, kemudian dihempas jatuh hingga ke dasar pada akhirnya. Saya terseret dalam alur cerita dimana seseorang memulai jatuh cinta, memperjuangkan perasaan meski sempat bertepuk sebelah tangan, merasakan kasmaran, berbunga-bunga hingga sebuah hubungan mulai merenggang sampai pada akhirnya harus kandas dan sang tokoh kembali patah. Bukankah cinta selalu luar biasa? Suatu saat membuat hati kita berbunga-bunga seperti taman yang indah, di saat lain meluluhlantakkan seperti badai.
Dengan caranya, Bung mampu membawa pembaca seolah turut serta melakoni kisah Garis Waktu. Melalui tulisannya, seseorang bahkan seperti merasa nyata mengalaminya. Perihal cinta memang tak pernah sesederhana yang kita katakan, juga sebetulnya tak pernah serumit yang kita bayangkan. Mungkin benar adanya jatuh cinta adalah perkara mudah, yang sulit adalah memulainya kembali ketika kita sadar bahwa hati kita telah patah. Merasa nyaman dengan seseorang adalah soal gampang, yang sulit adalah ketika harus siap saat seseorang itu tak lagi ada untuk kita.
Patah hati mampu membuat seseorang berada dalam zona ketakutan. Takut untuk kembali jatuh, membentengi diri sendiri tanpa memberi kesempatan untuk membiarkan orang lain masuk dalam kehidupan. Patah hati juga dapat menimbulkan perasaan terlalu berhati-hati dan tak mampu menjatuhkan diri dengan sukarela. Karena patah hati, seseorang bisa benar-benar memelihara ketakutan.
"Dan karena hati akan sakit lagi, bukan berarti kita harus berhenti jatuh hati."
(Fiersa Besari, Garis Waktu)
Benarkah? Siapkah untuk resiko terburuk dari jatuh hati? Kadang pikiran menuntut kerasionalan tak berbatas, sementara hati seringkali butuh ketidakrasionalan. Sebab jatuh hati bukan selalu tentang kebahagian, kita bahkan harus menangis dan merasa sendu karenanya. Sebelum kau siap untuk jatuh hati, bersiaplah untuk patah. Jika kau tak penah siap untuk patah, maka patah hati terburuk adalah saat kau tak pernah siap untuk jatuh kembali.
"Pada akhirnya, jemari akan menemukan genggaman yang tepat, kepala akan menemukan bahu yang tepat, hati akan menemukan rumah yang tepat." (Fiersa Besari, Garis Waktu)
Sebelum itu terjadi, berkelanalah. Berdamailah dengan hatimu sendiri, suatu saat kau tahu kemana harus pulang.
Tangerang Selatan, November 2016
SN