Tangerang, Juni 2013
Hujan bulan Juni, untuk setiap tetes rintik airnya yang jatuh mencium tanah. Perempuan itu memandang tetes-tetes yang mampir pada jendela kamarnya, pelan-pelan jatuh melebur dengan tetes yang lain kemudian hilang, melalui media-media lain hingga menyatu meresap dalam tanah. Hujan bulan Juni, hampir setahun diam-diam rindu itu menetap, betah menunggui hatinya. Setia mengiring pada penantian. Hujan bulan Juni, lepas dari langit jatuh dengan bebas, menemui tanah dan menyatu. Ya, tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni. Apa lagi yang kau tunggu? bukankah melepaskan dapat berarti menemukan?
Untuk Juni yang bimbang,
Selalu ada kesempatan, belajarlah memberi kesempatan pada dirimu sendiri.