KOPI
(BUKAN) MASOCHIST
Masochist seperti yang dikatakan
banyak orang, memiliki pengertian bahwa intinya adalah perilaku yang senang menikati
kesedihan atau menyiksa diri sendiri. Beberapa artikel menyebutkan perilaku
semacam itu sangat luas pengertiannya, bisa dalam bentuk penyiksaan fisik diri
sendiri seperti memukulkan kepala ke tembok,
tetapi ada beberapa artikel yang mengatakan bahwa kopi dan rokok juga
termasuk dalam kriteria masochist
dalam kehidupan sehari-hari.
Kopi sangat
dekat dengan keseharian saya, ya saya adalah wanita malam peminum kopi,
pengkonsumsi kafein. Kopi merupakan pilihan saat bekerja, belajar, membacabuku,
dan saat menikmati waktu bersama teman ataupun orang terdekat. Kopi, malam, dan
obrolan, sisi lain dari kehidupan yang sudah cukup ruwet.
Beberapa orang
dalam hidup saya kerap memprotes kebiasaan saya ini, mengkonsumsi kopi dalam
jumlah beberapa gelas sehari. Beberapa artikel menyebutkan bahwa kopi memiliki
kandungan kafein sebanyak 1 % hingga 1,5% akan tetapi dalam kopi instan,
kandungan kafein mencapai 2-5% (dalam wikipedia). Kafein ialah senyawa alkaloid
xantina
berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik
ringan. Kafein adalah zat yang legal, akan tetapi menurut banyak artikel pula
bahwa kafein berlebihan menyebabkan mabuk kafein yang dicirikan dengan
insomnia, kerisauan, dan sebagainya. Batas normal mengkonsumsi kafein adalah
tidak lebih dari 1 gram per hari (menurut artikel pula).
Tulisan saya
sebenarnya tidak ingin membahas mengenai pengertian masochist, kafein, atau data-data ilmiah mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan itu. Saya hanya bertanya-tanya mengenai hubungan masochist dan
kopi secara sederhana. Apakah kopi (bukan) masochist?
Banyak orang
bilang, kopi menyebabkan rasa kantuk hilang, tapi beberapa orang termasuk saya
dan sebagian teman saya mengatakan tidak ada pengaruh antara kopi dan
mengantuk. Entah ini karena sugesti atau tubuh yang sudah semakin kebal
terhadap kadar kafein dalam kopi yang biasa kami minum. Saya mengakui bahwa
kopi terkadang menyebabkan mual atau asam lambung meningkat, juga terkadang
membuat kepala sedikit pusing. Tapi apa yang terjadi saat saya tidak
mengkonsumsi kopi dalam sehari? Rasa pusing terkadang tetap saya rasakan.
Pernah saya
membaca buku Cinta dalam Gelas karya Andrea Hirata, dalam buku itu ditulis
bahwa kopi yang diminum menggambarkan kehidupan seseorang, semakin pahit
kopinya, semakin berlika-liku pula kehidupannya. Saya penggemar kopi pahit,
kopi dengan sedikit gula, atau bahkan teman-teman saya bilang “sangat” sedikit
gula, kental, ampasnya hampir setengah gelas. Tulisan saya pun sering sekali
menyebut kata kopi , kopi hita, atau kopi pahit. Dulu di sebuah website yang
saya postingkan tulisan saya, ada seorang yang bilang “kopi pahit, apakah kita
memang menyukai masochist ya?”. Komentar tersebut membuat rasa ingin tahu saya
tentang masochist tergelitik. Benarkah
kopi dan pahit itu identik dengan masochist?
Benarkah kehidupan saya tercermin dari kopi yang diminum?
Suatu pagi, saya
meracik kopi seperti biasanya, tiba-tiba muncul ide untuk menambahkan sejumlah
gula ke dalam kopi saya. Alhasil pagi itu, kopi saya kemanisan (menurut saya),
lalu apakah itu artinya masochist pelan-pelan
menjauhi saya? Sejujurnya, saya lebih suka kopi yang pahit.
Mengkonsumsi kopi
dalam jumlah yang tidak wajar mungkin menyebabkan masochist. Tapi saya benar-benar menikmati kopi, lebih dari sekedar
kopi, kopi menghadirkan obrolan tentang kehidupan, santai dan pembicaraan
terasa lebih ringan. Lalu, apakah benar kopi itu (bukan) masochist?